Rasa manis sebuah keimanan

Ass,

Dari Anas bin Malik r.a. dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda,“Tiga sifat yang jika dimiliki orang akan mendapatkan manisnya iman; Orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari yang lain; Orang yang mencintai seseorang semata karena Allah; Dan orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya seperti ia tidak suka dilemparkan ke dalam kobaran api.”
(H.R. Bukhari-Muslim)

Karena itulah dalam surat Ali Imran ayat 31 Allah menyebutkan bahwa jika kita benar-benar mencintai Allah, maka kita harus mengikuti Rasulullah saw. sehingga Allah akan mencintai kita. Pusat dan sumber alasan kecintaan kita kepada sesuatu adalah Allah, termasuk juga kecintaan kepada Rasulullah saw.

Jika ketiga sifat ini dimiliki oleh seorang muslim, maka ia dapat merasakan manisnya iman. Jika manisnya gula atau madu semua orang dapat merasakannya dan tidak ada yang mengingkari bahwa gula dan madu adalah manis. Tapi ketika kita mendengar kata iman, kita tidak serta merta mengenal bahwa rasa iman itu adalah manis, beda dengan gula dan madu. Karena itulah tidak semua orang yang mengaku beriman merasa bahwa iman itu manis. Karena keimanan orang itu bertingkat-tingkat antara satu orang dengan orang lain, maka tidak semua orang dapat merasakan manisnya iman.

Ketika kita tidak dapat merasakan manisnya iman bukan berarti iman itu tidak manis, tapi kita belum sampai pada tingkat keimanan yang membuat kita merasakan bahwa beriman itu manis dan menyenangkan. Senang beramal saleh. Senang berbuat baik. Senang memberikan kegembiraan kepada orang lain. Senang melihat orang mendapatkan kesenangan. Senang jika masyarakat mengamalkan Islam. Senang jika kemaksiatan dihapus. Itu semua yang bisa mengantarkan kita pada manisnya iman.Wallahua’lam.

Wass.